Surabaya – Ivan Sugianto, seorang pengusaha di Surabaya, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus intimidasi yang melibatkan seorang siswa SMA Kristen Gloria 2. Peristiwa ini menyedot perhatian publik, terutama setelah rekaman video yang menunjukkan aksi intimidasi tersebut viral di media sosial. Kasus ini mencerminkan dampak buruk perundungan, bahkan di lingkungan pendidikan, yang melibatkan pihak-pihak dewasa dan anak-anak.
Latar Belakang Kasus Intimidasi
Peristiwa ini bermula dari insiden saling ejek antara dua siswa di Surabaya. Ivan, yang anaknya berinisial EL bersekolah di SMA Cita Hati Surabaya, tidak terima dengan perlakuan yang diterima anaknya dari siswa SMA Kristen Gloria 2, berinisial EN. Saling ejek tersebut dimulai ketika kedua siswa bertemu di pertandingan basket di sebuah mal di Surabaya. Perdebatan yang awalnya terjadi di lapangan kemudian berlanjut di media sosial, menimbulkan ketegangan antara kedua pihak.
Ivan kemudian memutuskan untuk datang langsung ke SMA Kristen Gloria 2 bersama sekelompok orang untuk menemui EN. Dalam konfrontasi yang terjadi, Ivan melakukan intimidasi fisik dan verbal terhadap siswa tersebut. Menurut keterangan saksi mata, Ivan meminta EN untuk meminta maaf dengan cara yang tidak biasa, yaitu bersujud dan menggonggong. Aksi tersebut terjadi di hadapan sejumlah guru, petugas keamanan sekolah, dan pihak bhabinkamtibmas setempat yang berusaha untuk menengahi.
Penetapan Ivan Sebagai Tersangka
Kasus ini mencapai titik baru ketika pihak sekolah, SMA Kristen Gloria 2, memutuskan untuk melaporkan tindakan Ivan kepada pihak berwajib. Laporan tersebut disampaikan ke Polrestabes Surabaya pada Kamis, 28 Oktober, dan telah teregistrasi dengan Nomor: LP/B/1103/XI/2024/SPKT POLESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR.
Setelah menerima laporan, penyidik dari Polrestabes Surabaya segera melakukan investigasi mendalam. Mereka memeriksa 11 saksi yang terlibat dalam kasus ini, termasuk saksi mata dari pihak sekolah dan orang-orang yang ada di tempat kejadian saat peristiwa tersebut terjadi. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara yang dilakukan, penyidik akhirnya menetapkan Ivan sebagai tersangka pada 14 November.
Penangkapan Ivan di Bandara Juanda
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ivan sempat mencoba meninggalkan Surabaya melalui Bandara Internasional Juanda. Namun, berkat kerjasama antara kepolisian dan satgas keamanan bandara, Ivan berhasil ditangkap sekitar pukul 16.00 WIB di bandara tersebut. Penangkapan ini dilakukan untuk memastikan Ivan tetap berada dalam kendali hukum dan menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut sesuai prosedur.
Saat tiba di Mapolrestabes Surabaya, Ivan terlihat mengenakan kemeja putih bergaris dan masker yang menutupi wajahnya. Ia tampak diam dan tidak memberikan komentar apapun saat digiring oleh sejumlah penyidik ke dalam gedung Unit PPA dan Jatanras. Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Dirmanto, mengonfirmasi penangkapan Ivan dan statusnya sebagai tersangka. Ia juga menyatakan bahwa penyidik akan memberikan update lebih lanjut setelah pemeriksaan lanjutan selesai.
Respons Masyarakat dan Dampak Psikologis terhadap Korban
Kasus ini mendapatkan perhatian luas dari masyarakat Surabaya dan pengguna media sosial di seluruh Indonesia. Banyak yang mengecam tindakan intimidasi yang dilakukan Ivan terhadap siswa di bawah umur. Perundungan di lingkungan pendidikan merupakan masalah serius, terutama ketika melibatkan orang dewasa yang seharusnya memberikan contoh baik bagi anak-anak.
Peristiwa ini juga memunculkan kekhawatiran terkait dampak psikologis yang mungkin dialami oleh EN sebagai korban. Seorang siswa yang mengalami intimidasi dapat merasakan trauma dan kehilangan rasa aman di sekolah, tempat yang seharusnya menjadi lingkungan positif untuk belajar dan berkembang. Para ahli menyarankan agar korban mendapatkan dukungan psikologis yang memadai agar dapat pulih dan melanjutkan kehidupan sekolah dengan normal.
Langkah Hukum yang Akan Ditempuh
Setelah penetapan Ivan sebagai tersangka, proses hukum akan terus berlanjut. Penyidik dari Polrestabes Surabaya sedang mempertimbangkan pasal-pasal yang sesuai untuk dikenakan kepada Ivan berdasarkan tindakannya. Meskipun detail pasal yang akan digunakan belum dipublikasikan, perundungan dan intimidasi adalah pelanggaran yang dapat dijerat dengan pasal-pasal terkait perlindungan anak dan perbuatan tidak menyenangkan.
Polisi juga berencana untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Ivan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Hal ini dilakukan agar proses hukum dapat berjalan sesuai dengan ketentuan dan memberikan keadilan bagi pihak korban serta memastikan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Upaya Sekolah dalam Menjaga Keamanan Siswa
SMA Kristen Gloria 2 telah menunjukkan langkah yang tegas dalam menangani kasus ini dengan melaporkannya kepada pihak berwajib. Langkah ini mencerminkan komitmen sekolah untuk melindungi siswa mereka dari segala bentuk ancaman dan perundungan. Sekolah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua siswa.
Selain itu, pihak sekolah diharapkan dapat melakukan edukasi lebih lanjut mengenai pentingnya komunikasi yang sehat di antara siswa, serta melibatkan orang tua dalam upaya pencegahan konflik di lingkungan sekolah. Pendidikan tentang dampak negatif intimidasi dan perundungan juga perlu diperkuat agar siswa memahami pentingnya saling menghormati satu sama lain.
Kesimpulan dan Harapan untuk Kasus Intimidasi
Kasus Ivan Sugianto menjadi pelajaran penting bagi masyarakat tentang bahaya perundungan dan intimidasi, terutama ketika melibatkan orang dewasa terhadap anak-anak. Tindakan intimidasi seperti yang terjadi dalam kasus ini mencerminkan perilaku yang tidak seharusnya ditiru dan mengingatkan semua pihak, termasuk orang tua, guru, dan pihak berwenang, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak.
Masyarakat berharap proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi pelaku. Diharapkan pula bahwa kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga sikap saling menghormati dan empati di tengah perbedaan.